Wednesday, December 9, 2009

MAKALAH P. AGAMA ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN


1.1Latar Belakang
Seiring arus globalisasi dan perkembangan zaman yang maju. Tingkat kecerdasan manusia yang tinggi dan canggihnya teknologi yang mereka ciptakan serta penyebaran informasi yang begitu pesat, tanpa menyadari dahulu mereka berasal dari mana? Dengan ini tersadari benar bahwa manusia telah melupakan asal-usul dari mereka atau lebih mungkin juga tak pernah mengingat nama Allah SWT, Tuhan yang menciptakan manusia dari tanah.
Penulisan ini lebih difokuskan membahas asal-usul manusia. Makhluk yang paling sempurna karena dibekali otak untuk berfikir dan hati untuk merasakan apa yang dialaminya. Sekaligus sebagai khalifah di bumi, merawat, menjaga dan mencintai bumi. Namun terkadang manusia menjadi makhluk yang paling serakah, menghalalkan segala cara demi sesuap nasi, mengorbankan harga dirinya untuk kepuasan nafsu belaka, menduakan Allah SWT dengan yang lain dan sebagainya yang di mata Tuhan mereka tak pantas melankah di atas shurga-Nya.
Bertaubatlah wahai manusia sebelum ajal menjemputnmu dan neraka tiada lain tempatmu diakhirat kelak. “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu, jagalah Allah niscaya Dia akan selalu berada di hadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah jika kamu memohon pertolongan, mohon pertolong kepada Allah. Ketahuilah sesungguhnya jika sebuah umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu atas sesuatu, mereka tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagimu dan jika mereka berkumpul untuk mencelakakanmu kecuali kecelakaan yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering.” (Riwayat Turmuzi).



1.2Tujuan
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui asal-usul kejadian manusia
Mengambil hikmah dari proses kejadian manusia diciptakan
Mengetahui fungsi dan tugas-tugas manusia
1.3Rumusan Masalah
Manusia millenium (sekarang) adalah manusia penyempurnaan dari manusia pertama yaitu Nabi Adam AS. Daya pikir dan tingkat perasanya tentu lebih berkembang. Namun yang menjadi tanda tanya besar adalah apakah mereka tahu mengapa manusia diciptakan? Dan buat apa manusia dijadikan khalifah di bumi dengan segala kesempurnaannya?
Manusia hanya mengetahui urusan di duniawi dan menghiraukan masalah akhirat kelak nanti yang bakal menjadi tempat yang kekal abadi. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta menyadari diri masing-masing merupakan cara mengetahui makna mengapa kita diciptakan.


BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Teori Asal-Usul Manusia
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam tingkatan yang paling sempurna dari makhluk-makhluk yang lainnya. Sejak awal manusia diciptakan hingga sekarang yang tentunya manusia sendiri perlu mengkaji mengapa manusia perlu diciptakan, bagaimana proses penciptaannya dan buat apa manusia diciptakan untuk menghuni bumi ini.
Para ahli banyak mengemukakan pendapatnya tentang asal-usul manusia terjadi, hingga tak jarang menimbulkan perdebatan yang alot dalam kasus ini. Keyakinan Islam sebagai umat beragama tentunya itulah sebagai pedoman dalam mengilhami berasal dari manakah manusia itu.

2.1.1 Teori Asal-Usul Manusia Menurut Darwin
Seorang ahli zoologi, bernama Charles Robert darwin (1809-1882) mengatakan bahwa: ”Suatu benda (bahan) mengalami perubahan dari yang tidak sempurna menuju kepada kesempurnaan.” Dalam teori tersebut mengacu pada asal-usul manusia sehingga ia berpendapat bahwa manusia sekarang ini adalah hasil yang paling sempurna dari perkembangan tersebut secara teratur oleh hukum-hukum mekanik seperti halnya tumbuhan dan hewan. Pengertian terus berkembang bahwa manusia yang sekarang ada ini merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera bejalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk yang paling sempurna. Hingga sekarang teori tersebut masih dikenal dengan sebutan “Teori Evolusi”. Tetapi hal ini Darwin merasa kebingungan karena ada beberapa jenis tumbuhan yang mengalami evolusi dan tetap dalam keadaan seperti semula. Walaupun pernyataan Darwin dalam bukunya yang berjudul “The Origin of Species” dapat dikatakan sukses besar karena membahas masalah yang menyangkut asal-usul manusia, namun hal ini hanyalah bersifat dugaan belaka. Hal ini diantaranya merupakan kelemahan teori yang ada dengan kenyataan tidak dapat dibuktikan.

2.1.2 Teori Asal-Usul Manusia Menurut Islam
Umat manusia yang mengakui dan menyakini rukun iman yang enam, maka akuilah bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya literatur yang paling benar dan bersifat global bagi ilmu pengetahuan.
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib...” (QS Al-Baqarah: 2-3)
Dengan memperhatikan ayat tersebut maka seharusnya tidak perlu berkecil hati menghadapi orang-orang yang menyangkal kebenaran keterangan mengenai asal-usul manusia. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki unsur utama yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu iman kepada yang ghaib. Ini sebenarnya tampak pula dalam pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh mereka dalam menguraikan masalah tersebut yaitu selalu diawali dengan kata kemungkinan, diperkirakan, dsb. Jadi, sebenarnya para ilmuwan ragu dengan apa yang mereka nyatakan.
Proses kejadian manusia menurut Islam melalui beberapa peringkat dengan merujuk kepada kepada beberapa ayat yang bersesuaian.
1. Peringkat Sari Pati Tanah
Pada peringkat ini didapati bahwa Allah SWT melakukan beberapa penyaringan debu tanah. Firman Allah: “Kemudian Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah.” (QS. Al-Mu’minun (23):12)
2. Peringkat Tanah Melekat
Pada peringkat ini dikenali sebagai tanah melekat. Sebagaimana firman Allah: “...Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat.” (QS. Ash-Sofat:11).
Sebagaimana diketahui tanah liat pada dasarnya mempunyai sifat melekat. Al-Qurtubiyy menguraikan bahwa pada peringkat ini keadaan tanah melekat atau menempel diantara satu sama lain. Manakala selepas itu tanah ini akan menjadi tanah yang keras.
3. Peringkat Tanah Berbau
Peringkat ini adalah dengan merujuk kepada firman Allah yang bermaksud: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.” (QS. Al-Hijr:26)
4. Peringkat Tanah Keras
Perkataan ini tidak sempurna jika perumpamaannya tidak dijelaskan bersama yaitu yang membawa arti seperti tembikar. Maka jelas bahwa pada peringkat ini dari aspek fisikalnya manusia yang ingin diciptakan oleh Allah SWT berada dalam keadaan yang keras seperti sifat tembikar.
Sebagaimana firman Allah SWT yang bermaksud: “Dia mencipta manusia dari tanah kering seperti tembikar.” (QS. Ar-Rahman:14)
5. Peringkat Peniupan Roh
Peringkat yang kelima ini menunjukkan proses penciptaan manusia pertama (Adam) dari aspek spiritual. Dalam Surat Al-Hijr ayat 39: “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)Ku, maka tunduklah kamu kepada-Nya dengan bersujud.”

2.2 Manusia Sebagai Khalifatullah
Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Lantas, apakah manusia ketika berada di dalam rahim ibunya tidak menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba? Apakah janin yang berada di dalam rahim itu tidak beribadah?
Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini beribadah menurut kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: Yushabbihu lillahi ma fissamawati wama fil ardh.
Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah kepada Allah dengan cara bertasbih. Dalam hal ini, janin yang berada di dalam rahim ibu beribadah sesuai dengan kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih. Ketika Allah akan meniupkan roh ke dalam janin, maka Allah bertanya dulu kepada janin tersebut. Allah mengatakan “Aku akan meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu pertanyaan-Ku, baru Aku akan tiupkan roh itu ke dalam dirimu. Apakah engkau mengakui Aku sebagai Tuhanmu?” Lalu dijawab oleh janin tersebut, “Iya, aku mengakui Engkau sebagai Tuhanku.”
Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya akan ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya sebagai Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih kepada Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya.
Manusia mulai melakukan penyimpangan dan pembangkangan terhadap Allah yaitu pada saat ia berusia akil baligh hingga akhir hayatnya. Tetapi, jika kita ingat fungsi kita sebagai khalifatullah, maka takkan ada manusia yang melakukan penyimpangan.
Makna sederhana dari khalifatullah adalah “pengganti Allah di bumi”. Setiap detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah, seperti ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya: Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa li ya’budu. Yang artinya, “Tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-Ku.”
Kalau begitu, sepanjang hayat kita sebenarnya adalah untuk beribadah kepada Allah. Dalam pandangan Islam, ibadah itu ada dua macam, yaitu: ibadah primer (ibadah mahdhah) dan ibadah sekunder (ibadah ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung, sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung. Seseorang yang meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan diberikan siksaan oleh Allah. Sedangkan bagi yang melaksanakannya, maka akan langsung diberikan ganjaran oleh Allah. Ibadah mahdhah antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah tersebut, antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang paling banyak dilakukan dalam keseharian kita. Dalam kondisi tertentu, ibadah ghairu mahdhah harus didahulukan daripada ibadah mahdhah. Nabi mengatakan, jika kita akan shalat, sedangkan di depan kita sudah tersedia makanan, maka dahulukanlah untuk makan, kemudian barulah melakukan shalat. Hal ini dapat kita pahami, bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita mendahulukan shalat, maka dikhawatirkan shalat yang kita lakukan tersebut menjadi tidak khusyu’, karena ketika shalat tersebut kita selalu mengingat makanan yang sudah tersedia tersebut, apalagi perut kita memang sedang lapar.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia adalah makhluk berfikir yang dengan itu menjadikan dirinya ada. Manusia disebut juga makhluk yang suka bertanya (Prof. Dr. R. F. Beerling). Dengan berfikir dan bertanya, manusia menjelajahi pengembaraannya, mulai dari dirinya sendiri kemudian lingkungannya bahkan kemudian sampai pada hal-hal lain yang menyangkut asal mula atau mungkin akhir dari semua yang dilihatnya.
Proses kejadian manusia dibagi kedalam lima peringkat yaitu:
1. Peringkat saripati tanah
2. Peringkat tanah melekat
3. Peringkat tanah berbau
4. Peringkat tanah keras
5. Peringkat peniupan roh
Manusia juga dibebankan sebagai khalifatullah di bumi. Tugasnya adalah menjaga, merawat, dan melestarikan isi bumi demi kelangsungan hidup umat manusia. Selain itu harus mengabdi kepada sang Khaliq, dalam QS. Al-An’am ayat 162, Allah SWT berfirman: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Tuhan pemelihara alam”.

3.2 Saran
Charles Robert Darwin (1809-1882) mengemukakan bahwa manusia yang ada sekarang ini merupakan hasil evolusi dari kera-kera besar (manusia kera berjalan tegak) selama bertahun-tahun dan telah mencapai bentuk paling sempurna. Pernyataan tersebut dibantah oleh Islam, Al-Qur’an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok hewan sel;ama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya.
“...Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah ( lagi) dari binatang”. (QS. Al-A’raf ayat 179)
Perdebatan asal mula manusia masih akan terus berkembang. Namun, sebagai umat Islam haruslah mempercayai firman Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Peningkatan kadar keimanan dan ketaqwaan adalah upaya umat (manusia) mengetahui asal mula dirinya berasal.
Jadi, jangan berfikir bahwa manusia lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal pikiran, kalbu, jiwa, dam raga yang lebih sempurna dari makhluk manapun.


DAFTAR PUSTAKA

http://al-hudaz.blogspot.com/2009/04/manusia-dan-agama-i.html/
http://alteronline.wordpress.com/2008/12/18/asal-usul-manusia-makalah-materi/
http://getjar.com/2009/hadis40/
Rahman, Abdul.2009.Pendidikan Agama Islam.Purwokerto:UNSOED.

0 comments:

Post a Comment

LAPORAN KARYA TULIS © 2008 Template by:
SkinCorner